FAKTOR SOSIAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP BAHASA
Bahasa merupakan alat komunikasi yang tidak hanya berfungsi untuk menyampaikan pesan, tetapi juga mencerminkan identitas sosial penuturnya. Setiap kata, gaya bicara, dan pilihan bahasa yang digunakan seseorang tidak pernah lepas dari konteks sosial di mana bahasa itu digunakan. Karena itulah, bahasa bersifat sosial dan dinamis — selalu berubah mengikuti perkembangan masyarakat.
SOSIOLINGUISTIK
10/20/20255 min read
Pendahuluan
Bahasa merupakan alat komunikasi yang tidak hanya berfungsi untuk menyampaikan pesan, tetapi juga mencerminkan identitas sosial penuturnya. Setiap kata, gaya bicara, dan pilihan bahasa yang digunakan seseorang tidak pernah lepas dari konteks sosial di mana bahasa itu digunakan. Karena itulah, bahasa bersifat sosial dan dinamis — selalu berubah mengikuti perkembangan masyarakat.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menjumpai perbedaan cara berbicara antara orang tua dan remaja, antara laki-laki dan perempuan, antara pejabat dan masyarakat biasa, atau antara seorang dokter dan nelayan. Perbedaan ini tidak sekadar variasi pribadi, tetapi merupakan hasil dari pengaruh faktor-faktor sosial terhadap bahasa.
Faktor sosial yang memengaruhi ragam bahasa meliputi usia, gender, tingkat pendidikan, status sosial, dan pekerjaan. Masing-masing faktor memiliki karakteristik dan pola penggunaan bahasa yang khas. Pemahaman terhadap hal ini sangat penting, terutama bagi mahasiswa bahasa dan komunikasi, agar mampu menyesuaikan cara berbahasa dengan konteks sosial yang dihadapi.
1. Bahasa dan Faktor Sosial
Bahasa tidak hidup di ruang hampa. Bahasa tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, berinteraksi dengan budaya, nilai, dan struktur sosial yang ada. Oleh karena itu, variasi bahasa mencerminkan kondisi sosial masyarakat penuturnya. Sosiolinguistik — cabang ilmu bahasa yang mempelajari hubungan antara bahasa dan masyarakat — menyebut fenomena ini sebagai ragam sosial bahasa (social varieties of language).
Secara umum, ragam sosial bahasa terbentuk karena:
1. Perbedaan latar sosial penutur, seperti usia, pendidikan, pekerjaan, atau status sosial.
2. Perbedaan konteks komunikasi, misalnya formal vs nonformal, publik vs pribadi.
3. Tujuan komunikasi, apakah untuk menunjukkan kesopanan, keakraban, kekuasaan, atau solidaritas.
Dengan memahami pengaruh faktor-faktor sosial ini, kita dapat mengetahui mengapa seseorang berbicara dengan cara tertentu dan mengapa bentuk bahasa tertentu digunakan dalam situasi tertentu pula.
2. Faktor Sosial yang Mempengaruhi Bahasa
Berikut penjelasan rinci mengenai lima faktor sosial utama yang memengaruhi ragam bahasa.
a. Faktor Usia
Usia merupakan salah satu faktor sosial paling jelas dalam membedakan ragam bahasa. Generasi muda dan generasi tua memiliki karakteristik bahasa yang berbeda.
· Generasi muda (remaja dan dewasa muda) cenderung lebih kreatif, ekspresif, dan inovatif dalam berbahasa. Mereka sering menciptakan kata-kata baru (slang), menyerap istilah asing, atau menyingkat kata untuk komunikasi yang lebih cepat, terutama di media sosial. Bahasa mereka mencerminkan semangat zaman dan tren budaya pop.
· Generasi tua, sebaliknya, cenderung menggunakan bahasa yang lebih baku, formal, dan konservatif. Mereka lebih memperhatikan tata bahasa dan kesopanan dalam berkomunikasi, serta jarang menggunakan bahasa gaul atau istilah kekinian.
Contoh:
· Remaja: “Aku lagi healing nih, vibes-nya enak banget.”
· Orang tua: “Saya sedang beristirahat supaya lebih segar kembali.”
Perbedaan ini bukan berarti salah satu lebih baik dari yang lain, tetapi menunjukkan bahwa bahasa berkembang mengikuti dinamika generasi. Bahasa remaja yang hari ini populer bisa jadi tidak lagi digunakan sepuluh tahun mendatang — digantikan oleh istilah baru yang lebih sesuai dengan generasi berikutnya.
b. Faktor Gender (Jenis Kelamin)
Gender juga memiliki pengaruh yang kuat terhadap cara seseorang menggunakan bahasa. Dalam masyarakat, sering ditemukan stereotip atau kecenderungan tertentu antara bahasa perempuan dan bahasa laki-laki.
· Perempuan umumnya dianggap lebih sopan, hati-hati, dan memilih kata-kata yang halus. Mereka lebih memperhatikan norma kesantunan dalam berbicara. Hal ini sering dikaitkan dengan peran sosial perempuan yang lebih menekankan kesantunan dan empati.
· Laki-laki, di sisi lain, cenderung lebih lugas, spontan, dan terkadang kasar atau humoris dalam berbahasa. Mereka sering menggunakan bentuk bahasa yang langsung ke inti pesan tanpa banyak basa-basi.
Contoh:
· Perempuan: “Maaf, bisa tolong sebentar?”
· Laki-laki: “Eh, sini bantuin dulu.”
Meskipun perbedaan ini tidak bersifat mutlak, kecenderungan tersebut tampak dalam interaksi sosial sehari-hari. Dalam konteks modern, batas antara bahasa laki-laki dan perempuan mulai memudar, terutama di media sosial, di mana gaya bicara lebih dipengaruhi oleh komunitas dan konteks komunikasi daripada gender semata.
c. Faktor Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang sangat berpengaruh terhadap luasnya kosakata dan kompleksitas bahasa yang digunakan. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin banyak variasi dan istilah ilmiah yang dikuasai. Sebaliknya, masyarakat dengan pendidikan rendah cenderung menggunakan bahasa sehari-hari yang sederhana dan praktis.
Bahasa orang berpendidikan tinggi biasanya menunjukkan struktur kalimat yang rapi, pilihan kata baku, dan logika berpikir yang teratur. Sedangkan bahasa masyarakat awam lebih mengutamakan kejelasan langsung dan efisiensi komunikasi.
Contoh:
· Mahasiswa kedokteran: “Pasien ini mengalami hipertensi kronis.”
· Masyarakat umum: “Dia sering darah tinggi.”
Kedua kalimat di atas menyampaikan makna yang sama, tetapi tingkat formalitas dan keilmiahannya berbeda. Variasi ini penting untuk menunjukkan bahwa bahasa tidak hanya alat komunikasi, tetapi juga simbol status intelektual.
Dalam dunia akademik, kemampuan menyesuaikan bahasa dengan konteks — misalnya, berbicara santai dengan teman tetapi menggunakan bahasa baku saat menulis laporan — merupakan bentuk kecerdasan linguistik yang penting dimiliki mahasiswa.
d. Faktor Status Sosial
Status sosial seseorang juga berpengaruh besar terhadap ragam bahasa yang digunakan. Bahasa sering berfungsi sebagai simbol prestise dan kedudukan sosial. Seseorang dengan status sosial tinggi, seperti pejabat atau akademisi, cenderung menggunakan bahasa yang lebih formal, baku, dan penuh kesantunan. Sebaliknya, masyarakat dengan status sosial rendah lebih banyak menggunakan bahasa nonbaku, dialek daerah, atau bentuk bahasa lokal.
Contoh:
· Pejabat: “Marilah kita tingkatkan dedikasi dalam membangun bangsa.”
· Nelayan Mandar: “Turung mi, tongangmi jari ki muangang.”
(Artinya: “Ayo turun, waktunya kita melaut.”)
Perbedaan ini menunjukkan bahwa bahasa dapat menjadi penanda kelas sosial. Dalam komunikasi lintas strata sosial, penutur biasanya akan menyesuaikan gaya bahasanya agar tercipta keharmonisan (prinsip akomodasi komunikasi). Misalnya, pejabat yang berbicara kepada nelayan bisa menggunakan bahasa lokal untuk menunjukkan keakraban dan rasa hormat.
e. Faktor Pekerjaan
Setiap bidang pekerjaan memiliki register bahasa atau istilah khas yang hanya dipahami oleh kelompok profesi tertentu. Register ini berfungsi untuk mempermudah komunikasi internal dan menunjukkan identitas profesional.
· Dalam dunia kedokteran, misalnya, banyak istilah medis yang tidak umum digunakan di luar kalangan dokter.
· Dalam dunia teknologi, programmer memiliki kosakata teknis seperti debugging, backend, atau source code.
· Sementara dalam dunia perikanan, nelayan memiliki istilah khas terkait laut, cuaca, dan jenis ikan.
Contoh:
· Dokter: “Harus segera dilakukan tindakan farmakoterapi.”
· Programmer: “Ada bug di source code bagian backend.”
· Nelayan: “Jangan turun, ombak lagi tinggi.”
Perbedaan bahasa berdasarkan pekerjaan ini disebut register profesi. Penggunaan bahasa khusus ini memperkuat solidaritas kelompok sekaligus membatasi akses bagi orang luar yang tidak memahami istilah tersebut.
3. Pengaruh Faktor Sosial terhadap Komunikasi
Variasi bahasa yang muncul akibat faktor sosial bukan hanya fenomena linguistik, tetapi juga fenomena sosial-budaya. Pengaruhnya dapat dilihat dalam beberapa aspek berikut:
1. Identitas Sosial
Bahasa menunjukkan siapa kita dan dari kelompok mana kita berasal. Dialek daerah, gaya berbicara, atau istilah tertentu dapat menjadi simbol identitas komunitas.
2. Solidaritas dan Keakraban
Penggunaan bahasa yang sama dalam satu kelompok memperkuat rasa kebersamaan. Misalnya, sesama remaja yang menggunakan slang kekinian merasa lebih akrab.
3. Perbedaan Kekuasaan
Dalam situasi formal, penggunaan bahasa baku menunjukkan hierarki sosial. Misalnya, bawahan berbicara lebih sopan kepada atasan.
4. Perubahan Sosial
Ketika masyarakat berubah, bahasa pun ikut berubah. Naiknya tingkat pendidikan, perkembangan teknologi, dan globalisasi menyebabkan munculnya istilah-istilah baru yang memperkaya bahasa.
Dengan demikian, faktor sosial tidak hanya memengaruhi bagaimana bahasa digunakan, tetapi juga mengapa bahasa itu berubah dari waktu ke waktu.
4. Pentingnya Kesadaran Sosio-Linguistik bagi Mahasiswa
Sebagai calon intelektual muda, mahasiswa perlu memiliki kesadaran sosiolinguistik, yaitu kemampuan memahami dan menyesuaikan bahasa sesuai konteks sosial. Hal ini penting karena:
· Bahasa yang tepat dapat mencerminkan kepribadian profesional.
· Kesalahan memilih ragam bahasa bisa menyebabkan kesalahpahaman atau dianggap tidak sopan.
· Dunia kerja menuntut kemampuan berkomunikasi lintas sosial dan budaya.
Sebagai contoh, ketika berbicara dengan dosen atau menulis tugas akademik, mahasiswa harus menggunakan bahasa baku dan sopan. Namun, dalam diskusi santai antar teman, bahasa yang lebih santai bisa diterima dan bahkan memperkuat keakraban.
Kesimpulan
Bahasa adalah cermin masyarakat. Perbedaan usia, gender, pendidikan, status sosial, dan pekerjaan menciptakan variasi bahasa yang kaya dan beragam. Setiap faktor sosial membentuk cara berbicara yang khas — dari gaya remaja yang kreatif hingga bahasa pejabat yang formal, dari istilah teknis dokter hingga dialek nelayan.
Pemahaman terhadap faktor sosial ini membantu kita menjadi penutur yang lebih bijak, tahu kapan harus menggunakan bahasa baku, kapan harus santai, dan bagaimana beradaptasi dalam berbagai situasi sosial. Dengan demikian, bahasa tidak hanya menjadi alat komunikasi, tetapi juga alat untuk membangun hubungan sosial yang harmonis dan berbudaya.
Kata kunci: faktor sosial, variasi bahasa, sosiolinguistik, usia, gender, pendidikan, status sosial, pekerjaan, ragam bahasa.
Inspirasi
Kolaborasi
Pembelajaran
info@ruangpemuda.info
085145459727
© 2024. All rights reserved.